Fenomena “manusia tikus” belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Istilah ini merujuk pada gaya hidup anak muda, khususnya Generasi Z (Gen Z), yang memilih hidup minimalis, bekerja secukupnya, dan menghindari ambisi berlebihan demi menjaga kesehatan mental. Fenomena ini mencerminkan respons terhadap burnout dan tekanan hidup yang semakin kompleks di era modern.
Apa Itu Manusia Tikus?
“Manusia tikus” adalah metafora yang menggambarkan gaya hidup yang mirip dengan tikus laboratorium: hidup dalam pola monoton, bergerak dalam rutinitas yang tidak terlalu menuntut, namun cukup untuk bertahan hidup. Alih-alih mengejar kesuksesan ala hustle culture, para “manusia tikus” memilih untuk fokus pada hidup yang stabil, sederhana, dan tidak terlalu kompetitif.
Latar Belakang Fenomena Ini
Gen Z tumbuh di tengah tekanan sosial yang tinggi, mulai dari ketidakstabilan ekonomi, persaingan kerja yang ketat, hingga tekanan eksistensial akibat media sosial. Banyak dari mereka mengalami burnout sejak usia muda, bahkan sebelum memasuki dunia kerja secara penuh. Fenomena ini di perparah dengan pandemi yang memicu refleksi tentang makna hidup dan keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan mental.
Baca juga artikel lain : Viral Pasien Wanita Ngaku Dilecehkan Dokter di RS Swasta
Pilihan Gaya Hidup yang Berbeda
Alih-alih bekerja keras tanpa henti, sebagian Gen Z memilih:
-
Pekerjaan fleksibel dengan jam kerja yang tidak terlalu padat
-
Gaya hidup frugal atau hemat untuk menjaga keuangan tanpa mengejar gaya hidup konsumtif
-
Menghindari ambisi tinggi demi hidup damai secara mental
-
Fokus pada hobi dan waktu pribadi di banding promosi jabatan atau pengakuan eksternal
Mereka lebih memprioritaskan waktu untuk diri sendiri, hewan peliharaan, traveling hemat, atau sekadar menikmati kesendirian dengan tenang.
Kritik dan Dukungan
Beberapa pihak mengkritik fenomena ini sebagai bentuk “kemalasan terselubung” atau “kurangnya semangat juang.” Namun, banyak juga yang melihatnya sebagai langkah berani untuk mengambil kendali atas hidup dan kesehatan mental, terutama di tengah tuntutan dunia modern yang tidak manusiawi.
Fenomena ini juga menjadi refleksi tentang perlunya perubahan sistem kerja dan sosial, agar tidak terus memaksakan standar kesuksesan yang mengabaikan kualitas hidup.
Akhiran Kata,
Fenomena manusia tikus bukan sekadar tren, tapi cerminan dari kelelahan kolektif generasi muda terhadap dunia yang terus menuntut lebih. Di tengah burnout dan tekanan hidup, Gen Z menciptakan cara hidup baru yang lebih mindful, seimbang, dan manusiawi. Mungkin ini saatnya kita semua merefleksikan ulang: apa arti sukses sebenarnya?
Tinggalkan Balasan